Dalam
pembangunan infrastruktur perkotaan, konsep pendekatan bottom-up sudah
dilaksananakan melalui proyek-proyek pemerintah. Dalam kaitan ini, teknik
pemetaan partisipatif atau sistem informasi geografis (SIG) partisipatif merupakan
salah satu strategi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung proses penyerapan
aspirasi dan kebutuhan komunitas masyarakat akan pembangunan infrastruktur.
Prasarana
fisik memegang peranan penting dalam pembangunan masyarakat. Masalah-masalah prasarana fisik yang muncul di tengah-tengah komunitas
masyarakat, seringkali telah menghambat pengembangan potensi daerah di mana
masyarakat tersebut tinggal, dan berujung pada kemunduran pengembangan
keswadayaan masyarakat itu sendiri.
Perencanaan
dan Permasalahan Infrastruktur Perkotaan
Prasarana
fisik di lingkungan perkotaan mempunyai penting dalam membantu pembangunan masyarakat
perkotaan. Jalan dan jembatan tingkat propinsi dan kota, jaringan penerangan kota
saluran drainase sampai dengan jalan, penerangan dan drainase lingkungan yang
ada di sekitar komunitas masyarakat kota, merupakan suatu sistem infrastruktur
terpadu. Keberhasilan dan keteraturan sistem infrastruktur tersebut akan
berdampak positif bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat perkotaan. Usaha-usaha
perbaikan kualitas infrastruktur kota terus dilakukan oleh pemerintah maupun
oleh masyarakat secara swadaya. Dalam melaksanakan perbaikan dan pembangunan
infrastruktur perkotaan, program penjaringan aspirasi masyarakat untuk pembangunan
infrastruktur sudah merupakan kebijakan nasional. Mulai dari program NUSSP
(Neighborhood Urban Shelter Sector Project) maupun PNPM (Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat), PJ (Penerangan Jalan), komunitas masyarakat kelurahan dan desa
diberikan keluasaaan untuk menyuarakan aspirasi pembangunan non fisik dan fisik
(termasuk infrastruktur lingkungan), melaksanakan survei mandiri, serta
melakukan perhitungan kebutuhan pembangunan.
Program
ini telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Namun demikian, dikarenakan
tingkat pemahaman dan kapasitas komunitas yang berbeda-beda, maka tingkat
kedetilan identifikasi masalah lingkungan dan kelengkapan pembuatan rencana program
menjadi berbeda dari satu kelurahan ke kelurahan yang lain. Selain itu,
meskipun telah disediakan pendampingan dalam program-program tersebut, masih
banyak terdapat variasi yang bersifat
non teknis seperti adanya perbedaan strategi, perbedaaan sudut pandang
prioritas pembangunan (fisik atau non fisik) dan manajemen keuangan dari satu Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM) ke BKM lain.
Dari
usulan masyarakat tersebut, kemudian dilakukan penentuan prioritas pembangunan oleh
Kantor Kimpraswil (Pemukiman dan Prasarana Wilayah) kota dengan bantuan pihak ketiga
(konsultan). Dari beberapa program yang ada, prioritas pembangunan diutamakan untuk
diberikan pada program pembangunan infrastruktur di sekitar lingkungan masyarakat
miskin. Sebagai contoh, apabila dari usulan program konblokisasi dari BKM dilakukan
verifikasi, apabila ditemukan bahwa kompleks pemukiman di kiri-kanan jalan yang
diusulkan tersebut adalah pemukiman dengan konstruksi tembok, maka usulan ini tidak
dianggap kebutuhan yang perlu diprioritaskan.
Peran Sistem Informasi Geografis dalam Proses Pembangunan Infrastruktur Dalam
suatu kegiatan pengembangan prasarana fisik misalnya jalan, proses perencanaan dan
antisipasi konflik sebagai dampak dari
implementasi pengembangan prasarana memerlukan dukungan sistem pengambilan
kebijakan multidisiplin dan mekanisme penyerapan aspirasi dan kearifan lokal.
Untuk ini, pendekatan top-down maupun bottom-up sering dikombinasikan dalam
proses perencanaan dan antisipasi
konflik untuk mendapatkan solusi yang tepat dan memuaskan.
Pendekatan
top-down dapat diwujudkan melalui
Kerja Kelompok atau group work dan Pengambilan Keputusan Kelompok (group
decision-making) melibatkan instansi-instansi teknis terkait. Dalam hal ini,
proses penggalian informasi, sintesa informasi, dan analisa permasalahan sampai
dengan pembahasan alternatif solusi secara efektif dan kolaboratif untuk
mendapatkan pemahaman kompleksitas masalah, penyatuan perspektif yang beragam,
dan pemilihan solusi secara kolektif dan terpadu dapat difasilitasi dengan Sistem
Informasi Geografis (SIG) Kolaboratif. Sementara itu, terkait pendekatan bottom-up,
perlu dibangun metode penyaluran aspirasi kelompok masyarakat pengguna maupun
kelompok masyarakat yang akan terkena dampak suatu kegiatan pembangunan melalui
penerapan SIG atau pemetaan
partisipatif atau dikenal juga
sebagai SIG partisipasi publik.
Peran
Sistem Informasi Geografis dalam Proses Pembangunan Infrastruktur
Cukup
mengejutkan, hingga saat ini, piranti lunak dan aplikasi SIG pada umumnya dirancang
untuk pengguna individual. Aspek interaksi kelompok belum tercakup dan dimengerti
secara luas penggunaannya.
Berangkat
dari kenyataan, bahwa publik atau warga masyarakat umum sering di-marginal-kan
dalam pengambilan keputusan dan pemilihan prioritas, terminologi SIG
partisipatif muncul untuk memfasilitasi penyerapan aspirasi anggota kelompok
komunitas masyarakat. SIG partisipatif dapat didefinisikan sebagai bentuk
pemanfaatan metodologi dan teknologi informasi kebumian dan pemetaan untuk
melibatkan kelompok masyarakat dalam proses identifikasi masalah, penentuan
prioritas, dan pengusulan program. SIG
Partisipatif membantu visualisasi ide dan masukan warga masyarakat yang
terkait dengan informasi keruangan. SIG partisipatif digunakan pertama kali
dalam konteks perencanaan penatagunaanlahan (Obermeyer 1998). Dalam perkembangannya, SIG partisipatif diaplikasikan
dalam bidang pertanian dan perencanaan rural, sosial-politik, ekonomi, dan kesehatan.
Partisipasi
publik dan informasi spasial
Fokus
dari SIG Partisipasi Publik (SIG PP) adalah lebih pada optimalisasi
pemberdayaan partisipasi publik, bukan pada teknologi SIG-nya atau peta-nya
(McCall 2004). Dalam perspektif ini, McCall melihat bahwa SIG adalah ‘tool’
atau ‘metode’ untuk mendayagunakan aspirasi dan suara masyarakat dalam proses
perencanaan, evaluasi, dan sebagai dasar untuk aksi komunitas. Namun demikian,
dengan semakin luasnya pilihan metode dan teknologi pemetaan dan positioning, riset terkait SIG PP juga dapat memfokuskan
pada pemberdayaan teknologi pemetaannya. Pada saat ini, metode dan teknologi
pemetaan dan atau SIG yang dikembangkan sangat beragam, mulai dari pemetaan
dengan material sederhana (kapur, maket 3D) sampai dengan pemetaan dengan citra
satelit dan peta tematik sampai pemanfaatan teknologi internet dan piranti bergerak.
Dan, pada mulanya SIG PP dikembangkan dalam konteks urban planning di Amerika dan Canada, selanjutnya metode ini dikembangkan juga dalam
konteks rural planning di negara-negara berkembang seperti di Amerika
Latin dan di Asia Tenggara (Sieber 2003).
Pada
awal perkembangan SIG PP, target partisipasi adalah masyarakat umum yang tidak memiliki
akses kepada kekuasaan dan peran dalam
penentuan kebijakan. Karena target masyarakat dalam kegiatan SIGPP adalah
masyarakat yang terpinggirkan, maka seringkali SIGPP digunakan sebagai wadah
penyaluran aspirasi, misalnya untuk mendukung mediasi kelompok masyarakat
terasing dan terpencil (Sieber 2003). Intensitas partisipasi dalam SIG PP
sangat beragam. Berdasarkan intensitasnya, berikut ini disajikan bentuk
partisipasi atau pelibatan anggota komunitas masyarakat pada kegiatan pemetaan
partisipatif (McCall 2004).
1. Berbagi
informasi
Pelibatan
pengetahuan komunitas lokal oleh pihak luar dalam mengenali sumberdaya (misalnya:
pemetaan tanah terlantar)
2. Konsultasi
dan mediasi
Pelibatan komunitas
local dalam mengidentifikasi permasalahan (berupa kebutuhan dan tuntutan) yang terkait pada suatu topik
khusus yang menjadi fokus pihak luar.
3. Pelibatan
dalam pengambilan keputusan
Interaksi
pihak dalam dan pihak luar dari suatu komunitas secara bersama-sama dalam
mengidentifikasi permasalahan, menganalisis permasalahan dengan tema interaksi
pada umumnya diinisiasi dari pihak luar.
4. Inisiasi
aksi
Inisiatif
pembangunan komunitas masayarakat dari warga masyarakat sendiri dalam merencanakan
dan melaksanakan program pembangunan lingkungan secara kolaboratif.
Adapun
berdasarkan tujuannya, SIG PP dapat dikategorikan sebagai berikut (McCall
2004):
1. Fasilitasi
Partisipasi
dilaksanakan untuk mengenalkan dan memperlancar program pembangunan yang akan
melibatkan komunitas masyarakat lokal.
2. Pemberdayaan
Partispasi
dilaksanakan untuk mendorong komunitas lokal dalam menentukan keputusan dan
bertanggungjawab dalam berinisiatif , mendapatkan hak kepemilikan, menyediakan
akses terutama kepada komunitas yang lemah dan tersisihkan.
3. Kolaborasi
dan Mediasi
Partisipasi dilakukan
untuk menjamin kesinambungan antara
proyek dari luar komunitas dengan kebutuhan dan tuntutan yang ada di
dalam komunitas melalui usaha diskusi dan analisis secara kolaboratif.
Dilihat
dari perspektif sistem, terdapat banyak perbedaan antara SIG yang sudah banyak diaplikasikan
oleh pengambil keputusan dan pemetaan
dan SIG partisipatif untuk komunitas masyarakat. Tidak hanya pada tujuan dan
pendekatannya saja, top-down vs. bottom-up, pada aspek fungsi dan biaya juga
terdapat perbedaan. Berikut ini secara lengkap
disajikan table perbedaan SIG dan SIGPP.
Perencanaan dan Penyelesaian Masalah secara Kolaboratif dengan SIG oleh Pengambil Keputusan
SIG Kolaboratif didefinisikan sebagai integrasi teori, piranti, dan teknologi yang berfokus, namun tidak terbatas, pada optimalisasi interaksi dan partisipasi manusia dalam proses-proses pengambilan keputusan berbasis spasial (Balramand & Dragićević 2006). Dari perspektif GI Science, SIG dan masyarakat merupakan komponen penting yang membentuk SIG Kolaboratif (Gambar 2). Dalam gambar 2 tersebut, dapat dilihat bahwa SIG PP (Public Participation GIS) secara konseptual berbeda dengan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Grup (Group Spatial Decision Support Systems, GSDSS). SIG PP target penggunanya adalah masyarakat umum dan kelompok komunitas, sedangkan GSDSS target penggunanya adalah tim ahli termasuk ahli lokal. Dalam penelitian ini, terminologi SIG kolaboratif lebih dikhususkan pada penggunan SIG secara kelompok oleh para pemegang keputusan dan analisis yang pada umumnya melibatkan aktivitas koordinasi, sinkronisasi dalam menyatukan perspektif dan mengambil keputusan.
SIG Kolaboratif adalah proses pemanfaatan teknologi SIG dan data, grafik visual termasuk peta secara kolaboratif. Dalam hal ini, terkait ruang dan waktu, jenis aplikasi SIG Kolaboratif dapat dibagi menjadi 4, yaitu: digunakan pada ruang sama waktu sama (synchronous & co-located), sama ruang beda waktu (asynchronous & co-located), beda ruang sama waktu (synchronous & distributed), beda ruang beda waktu (asynchronous & diostributed) (table 2)
Menurut
MacEachren (2005) dalam beragam kemungkinan
setting SIG kolaboratif, peta ataupun
sistem informasi dengan antarmuka peta dapat berfungsi sebagai (berdasar tingkat
efektivitas dan efisiensi penggunan peta dalam grup): obyek kolaborasi, representasi
visual untuk dialog, serta pendukung pengkoordinasian aktivitas. Pada umumnya,
peta masih dimanfaatkan sebatas sebagai obyek kolaborasi yaitu sebagai salah satu
tool untuk menunjang proses komunikasi dan diseminasi informasi antar anggota grup.
Peta sebagai media diskusi dan terlebih sebagai pendukung pengkoordinasian aktivitas
membutuhkan disain interaksi dan sistem yang lebih rumit dan perlu memperhatikan
kegunaan dan kemampuan kognitif anggota
untuk pengambil keputusan (MacEachren 2005).
Peta dan SIG perlu didisain untuk mendukung tahap-tahap: intelligence, design, choice (Simon 1977) dalam proses pengambilan keputusan. Dalam kaitan ini, penerapan multi criteria decision-making (MCDM), yaitu pengambilan keputusan berbasis analisis multi kriteria, mempunyai potensi untuk mendukung keakuratan diskusi dan analisis grup (Malczweski 2006). Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa MCDM justru dapat menambah kerumitan pengaplikasian SIG kolaboratif bagi grup pengambil keputusan (Jankowski & Nyegers 2001).
Dalam konteks perencanaan urban, aplikasi SIG PP dan SIG kolaboratif telah menjadi fokus riset SIG sejak tahun 2000. Dalam kaitan ini, integrasi SIG PP dan SIG kolaboratif merupakan salah satu agenda riset yang penting (Carver 2001 & Mason & Dragićević 2006) dan masih belum banyak dilakukan eksplorasi. Penelitian ini mencoba berkontribusi dalam agenda riset ini dengan membangun sebuah alternatif pemanfaatan teknologi internet dan SIG untuk pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan dan pemutusan masalah prasarana fisik lingkungan.
Pemetaan Partisipatif untuk Perencanaan dan Pemutusan Masalah Infrastruktur Lingkungan Perkotaan
Secara khusus penelitian dikhususkan pada komunitas RW 03, Kelurahan Pandeyan yang digolongkan kawasan padat penduduk dan terdapat banyak penduduk miskin (240 orang dari 830 orang yang tinggal di RW tersebut tergolong masyarakat miskin). Wilayah ini berada di sebelah timur Drainase Kalimambu, dan berjarak kurang lebih 1 km dari Sungai Gajah Wong. Secara topografi, daerah ini lebih rendah dibanding daerah di sebelah utaranya (114 m dpl), sehingga pada musim penghujan, beberapa lokasi di wilayah ini selalu tergenang air. Dipilihnya RW ini berdasarkan kegitan survei pendahuluan dan setelah direkomendasikan oleh Kantor Kecamatan Umbulharjo dan Kelurahan Pandeyan.
RW 03 Pandeyan dapat dipandang sebagai wilayah dengan karakteristik menarik dikarenakan aspek topografi dan sosial kemasyarakatan (penduduk miskin di atas 25% dan berpengalaman dalam menjalankan program pemberdayaan masyarakat seperti NUSSP, PNPM, dan CAP GTZ Jerman). Di samping itu, dari sisi tata kota, wilayah ini dapat dikatakan tergolong kawasan prioritas pembangunan. Misalnya saja, meski lebih dari 70% pemukian di wilayah ini mempuyai konstruksi bangunan permanen, namun demikian 58% kondisi bangunan dapat dikategorikan buruk. Adapun dari 11891 ha total area wilayah ini, penggunaan lahan dapat dijabarkan: 63,65% untuk hunian/pemukiman, tanah kosong 15%, komersial 17%, dan lain-lain 3%. Komposisi status kepemilikan tanah adalah: 25% tanah negara dan 75% tanah dengan SHM (Sertifikat Hak Milik).
Kualitas jalan lingkungan juga kurang mencukupi, misalnya saja secara keseluruhan total jalan lingkungan adalah 5000 m dengan rincian 3000 m sudah diperkeras dengan kualitas rapat beton. Di beberapa titik pada wilayah ini juga terdapat kebutuhan untuk perbaikan penerangan jalan warga. Genangan air hujan merupakan permasalahan serius yang tidak terselesaikan bertahun-tahun. Rata-rata di kelurahan Pandeyan secara umum, genangan air hujan di jalan lingkungan dan lahan warga berkisar antara 10–50 cm, dengan lama genangan bervariasi dari satu RT ke RT lain, antara 30 menit sampai dengan 4 jam. Dari survei mandiri yang sudah dilakukan oleh warga, penyebab genangan sangat bervariasi mulai dari tidak adanya atau rusaknya SAH (saluran air hujan) dan SPAH (saluran pembuangan air hujan), terain lahan yang rendah, irigasi meluap, sampai dengan meluapnya sungai Gajah Wong.
Gambar 2: Grafik komposisi status kepemilikan tanah, penggunaan lahan, jenis dan
kualitas konstruksi bangunan di RW 03 Pandeyan.
Pemetaan
partisipatif dengan peta dan citra satelit kertas
Kegiatan ini diikuti
oleh 13 warga kampung Pandeyan, terdiri dari unsur pengurus RW, RT, dan pemuda.
Secara lengkap, tahapannya adalah:
- Pertemuan warga masyarakat dibuka oleh pengurus RW. Secara singkat, Ketua dan Sekretaris RW mengenalkan tim peneliti kepada anggota komunitas yang hadir, peserta pemetaan partisipatif tahap II
- Tim peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan kegiatan pemetaan partisipatif yaitu untuk melakukan identifikasi, analisis perspektif lokal, dan pengusulan perbaikan atau pembangunan prasarana terkait.
- Citra satelit RW 03 ditunjukkan kepada peserta dan dijelaskan tatacara pembacaan citra dan orientasi lokasi.
- Warga dibagi dalam empat kelompok berdasarkan tempat tinggal (1 kelompok mewakili 1 RT, kecuali RT 13 ditangani oleh dua kelompok mengingat besarnya wilayah RT dan banyak genangan banjir/air hujan)
- Setiap kelompok diminta untuk melakukan diskusi dan eksplorasi masalah, analisis, dan usulan. Identifikasi masalah genangan disyaratkan harus ditunjukkan di atas citra (digambar di atas kertas kalkir). Setiap hal (identifikasi, analisis, usulan) merupakan layer-layer terpisah yang harus dimunculkan di atas peta. Apabila perlu, dapat digunakan flexi note untuk menambah anotasi di atas peta.
- Untuk setiap kelompok, seorang asisten membantu mengarahkan dan memfasilitasi alat tulis (misalnya: pensil warna-warni, flexi note)
- Setelah setiap kelompok selesai membuat peta genangan air hujan, selanjutnya keempat peta digabungkan dan dilakukan peringkasan masalah. Di dalam tahap ini, peseta dapat memberikan tambahan atau koreksi.
Ketujuh
tahap tersebut dilakukan di dalam ruangan Balai RW 03 selama 140 menit. Hasil akhir
dari kegiatan ini adalah peta identifikasi genangan air hujan dan anotasi-anotasi
terkait analisis masalah dan usulan kelompok untuk masing-masing lokasi
genangan.
Pemetaan
partisipatif dengan Mobile GIS
Pada kesempatan yang lain (berjarak
tiga minggu dari kegiatan pemetaan partisipatif),tim peneliti melaksanakan
kegiatan yang sama dan diikuti oleh 14 warga RW 03. Sebagian besar dari peserta
(lebih dari 8 orang) terlibat dalam aktivitas pemetaan partisipatif II.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk:
1. Melakukan
verifikasi langsung atas apa yang sudah dihasilkan dari kegiatan pertama,
langsung ke lapangan bersama masyarakat menggunakan teknologi mutakhir SIG
2. Mengkaji
apresiasi dan aspek kognitif peserta terhadap teknologi mutakhir SIG dalam
menunjang proses pemberdayaan masyarakat.
Tahapan pelaksanakan
kegiatan pemetaan partispatif tahap 2 adalah sama seperti pada pelaksanaan
pemetaan partisipatif tahap 1. Perbedaannya terletak pada hal-hal berikut:
1.
Peserta dibagi dalam tiga kelompok
berdasarkan RT di mana peserta tinggal (RT 12, RT 13, dan RT 14)
Gambar
2: Ringkasan hasil kegiatan pemetaan partisipatif per kelompok komunitas RW 03
disimpulkan
menjadi peta identifikasi genangan air hujan.
Gambar 3: Piranti bergerak HP iPAQ Travel Companion
dengan software ArcPad 7
Gambar 4: Hasil pemetaan partisipatif ketiga
kelompok diunduh dan disatukan menjadi satu layer yang siap diolah di dalam
software SIG (misalnya menggunakan ArcGIS).
Luasan dengan warna hijau adalah hasil pemetaan
partisipatif tahap 2.
2. Peserta
menunjukkan genangan di lapangan dan mendiskusikan penyebab dan solusi masalah.
Selanjutnya, identifikasi genangan digambar di atas ArcPad dan nilai tekstual masing
identifiksi permasalahan, analisis, dan solusi pemecahan masalah dimasukkan sebagai
data di dalam layer genangan tersebut.
3. Hasil
dari FGD yang dilakukan di lapangan tersebut sudah langsung tersimpan sebagai layer
SIG.
Skenario
Pengintegrasian SIG Partisipasi Publik & Kolaboratif
Menggunakan pendekatan
disain berbasis skenario (Rosson & Carroll, 2001), yang berfokus pada asas penggunaan
informasi dan interaksi dari sistem dan aplikasi untuk membantu masyarakat umum
dan pengambil keputusan dalam perencanaan dan pemutusan masalah
infrastruktur. Dalam hal ini, skenario penggunaan informasi dan sistem
interaksi dikembangkan berdasar pada temuan eksplorasi permasalahan yang ada di
lapangan.
Selain aspek kebebasan mengidentifikasi masalah, hal
lain yang ingin dicapai dengan aplikasi berbasis internet adalah efisiensi
dalam mengumpulkan bahan untuk digunakan dalam rapat dengan warga ataupun
penjaringan aspirasi pada saat turun ke lapangan (misalnya dalam penelitian ini
menggunakan metode FGD dengan bantuan pemetaan partispatif, seperti dijelaskan
di atas). Untuk itu, aplikasi internet yang sesuai adalah sebuah aplikasi
portal pemetaan berbasis web.
Selanjutnya dari
aspirasi warga yang masuk perlu dilakukan verifikasi atau check ke lapangan.
Dalam kaitan ini, mekanisme rapat warga yang sudah menjadi rutinitas di komunitas
RW 03 dapat dilengkapi dengan kegiatan pemetaan partisipatif yang difasilitasi oleh
instansi teknik (kimpraswil) atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh Kimpraswil.
Sebelum Jurnal Ilmiah terjun ke lapangan fasilitator perlu menyimpan atau
memasang basisdata aspirasi masyarakat dari portal pemetaan di atas ke dalam
perangkat lunak SIG yang terpasang dalam
piranti bergerak (misal PDA atau laptop) yang digunakan ke lapangan. Dalam kegiatan
ini, warga masyarakat berdiskusi dan bermufakat untuk mengecek, menyaring, dan
memutuskan luasan genangan dan redaksional untuk identifikasi masalah,
analisis, dan usulan solusi untuk masing-masing obyek yang terpilih menjadi
prioritas perbaikan atau pembangunan. Untuk menunjang rapat warga, fasilitator
perlu menyiapkan layar lebar sehingga kegiatan rapat warga dapat lebih terarah
dan efisien.
Gambar 5: Skenario pemanfaatan teknologi pemetaan
dan teknik pemetaan partisipatif
untuk menunjang pemberdayaan masyarakat dalam
pembangunan infrastruktur.
Selanjutnya, hasil verifikasi tersebut, dapat dibawa
oleh fasilitator ke kantor kimpraswil setelah dilakukan konversi dari data
input warga menjadi lapis data SIG. Kemudian Kimpraswil dan pihak terkait dapat
melakukan agregasi data-data semacam dari kampung atau kelurahan lain, kemudian
lapis data kependudukan, sosial ekonomi juga dimasukkan ke dalam sistem
SIG yang ada di kantor untuk melakukan
analisis multikriteria guna menetukan prioritas aksi pembangunan. Proses ini
dapat dilakukan secara kolaboratif dengan bantuan sistem SIG yang ada. Proses
diskusi, operasi spasial (misalnya buffering, proximity, query) dapat dilakukan
selama proses diskusi para pengambil keputusan dan analis berlangsung.
Skenario penggunaan semacam ini akan menambah efisiensi
dan efektivitas kinerja Kimpraswil. Dari program-program yang ada, proposal
masyarakat sudah dilengkapi peta,namun proses digitalisasi peta kertas menjadi
data SIG jarang sekali dilakukan, mengingat kapasitas dan kemampuan
operasionalisasi SIG yang masih rendah di kantor-kantor instansi daerah. Peta
yang dipakai seringkali bukanlah peta terkini ataupun peta terkait perencaanaan
dan permasalahan yang sedang dihadapi.
Seringkali, semata-mata hanya untuk menunjukkan posisi lokasi dalam
proses diskusi. Para pengambil keputusan dituntut keras untuk melakukan
pemetaan mandiri di dalam otaknya (mid mapping). Hal ini tentu saja tidak
efektif, selain dapat terjadi ketidaksamaan representasi visualisasi lokasi,
ruang spasial tempat di mana masalah dan program pembangunan perlu dilakukan
belum dapat dianalis secara efisien dengan bantuan fasilitas SIG yang sudah
terpasang di kantor.
Pembangunan
portal web penyerapan aspirasi masyarakat pembangunan infrastruktur kota
Berdasar pada skenario
penggunaan di atas, sebuah portal pemetaan partisipatif untuk pembangunan
infrastruktur kota dibangun dalam penelitian ini. Aplikasi portal ini dapat dipandang sebagai pintu gerbang
pertama bagi masyarakat umum untuk berpartispasi dalam pembangunan
infrastruktur kota di sekitar tempat tinggal mereka. Melalui portal ini, warga
masyarakat (setelah mendaftarkan diri dan login), dapat melakukan:
1. Identifikasi
kebutuhan perbaikan ataupun pembangunan fasilitas prasarana umum di lingkungan
mereka (tersedia lapis-lapis prasarana umum, seperti: drainase, penerangan jalan,
identifikasi genangan air hujan). Identifikasi dilakukan dengan cara menggambar
titik atau luasan pada obyek atau kawasan yang menjadi perhatian warga.
2. Penyampaian
permasalahan, analisis, dan usulan melalui form yang tersedia. Foto kejadian genangan
di lokasi tersebut dapat di-upload, untuk menambah kejelasan informasi yang
diberikan.
3. Penambahan
komentar dan tanggapan terhadap obyek di atas peta (luasan genangan di bekas
terminal Umbulharjo, misalnya) yang dilakukan oleh warga lain (cross-check dan penguatan
laporan identifikasi).
Aplikasi portal ini telah berhasil dibangun dengan
teknologi opensource dan diujicoba. Adapun spesifikasi portal ini
adalah sebagai berikut:
1. GoogleMaps
API (Application Programming Interface) sebagai antarmuka peta.
2. PHP
sebagai bahasa pemrograman web dan MySQL untuk penyimpanan basis data
spasial dan atribut-nya.
3. Komponen
konversi databases ke shapefile (melalui KML, Keyhole Markup Language).
Trias
Aditya
Teknik
Geodesi dan Geomatika, Fakultas Teknik UGM
E-mail: triasaditya@ugm.ac.id
1 komentar:
mantap isinya
Posting Komentar